Sidoarjo, Getindo.com – Kesuksesan anak tentunya menjadi kebahagiaan yang tak terhingga bagi setiap orang tua. Anak-anak setidaknya memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menyambut masa depan mereka.
Untuk itu pola asuh dan metode pendidikan yang diterapkan harus tepat diterapkan oleh orang tua. Sayangnya, banyak orang tua yang masih berpandangan kuno bahwa IQ dan nilai sekolah adalah tolok ukur kesuksesan anak-anak mereka.
Psikolog anak Michele Borba menyarankan bahwa alih-alih melihat nilai dan IQ sebagai faktor kesuksesan, orang tua dapat lebih fokus mengajarkan soft skill pada usia dini. Keterampilan yang penting adalah ketekunan atau ketekunan.
Persistence dapat dipahami sebagai sikap pantang menyerah yang ditandai dengan kerja keras seseorang, bahkan ketika ia terus-menerus dihadapkan pada kegagalan, hingga akhirnya ia berhasil melakukannya.mencapai tujuan Anda. Persistence adalah soft skill yang muncul antara usia 3 dan 7 tahun (dan terus berkembang selama bertahun-tahun).
Anak yang gigih dan tidak mudah menyerah akan memiliki keyakinan yang besar bahwa usahanya akan membawa hasil yang baik. Jadi anak-anak selalu termotivasi untuk bekerja keras dan menyelesaikan apa yang mereka mulai, meskipun ada banyak kendala di jalan. “Saya menemukan ketekunan sebagai soft skill #1 yang membedakan anak-anak yang bermotivasi tinggi dari mereka yang mudah menyerah,” ujarnya seperti dikutip CNBC International, Minggu (30 Juli 2023).
Mendukung hal ini, sebuah penelitian dari Massachusetts Institute of Technology menemukan bahwa anak usia 15 bulan dapat belajar ketekunan jika orang tua mereka mencontohkan perilaku tersebut.
Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang melihat orang dewasa berjuang untuk mencapai tujuan mereka berusaha lebih keras untuk menyelesaikan tugas sulit mereka sendiri. Orang membandingkan anak-anak satu sama lain untuk melihat orang dewasa berhasil dengan mudah.
Studi tersebut juga menemukan bahwa anak-anak dapat belajar pentingnya mencoba hanya setelah melihat dua contoh perjuangan orang dewasa. Menurut Michele, orang tua dapat melakukannya dengan berbagai cara seperti tidak menekan anak untuk selalu berhasil, selalu menghargai usaha anak (fokus pada proses, bukan hasil akhir), agar Anak mengerti bahwa kesuksesan hanya sementara, dan selalu. menanyakan sejauh mana kemampuan mereka berkembang.
Sementara itu, psikolog Stanford Carol Dweck menemukan bahwa kecerdasan anak cenderung gagal ketika kecerdasannya dipuji. Karena anak akan cepat merasa puas. Namun, anak akan merasa lebih termotivasi dan terus bekerja keras ketika dipuji atas usaha dan kerja kerasnya, bukan hasilnya.
Menurut Dweck, memuji usaha anak, bukan hasil, bisa mengembangkan ketekunan anak. Selain itu, jika usahanya dipuji, anak akan terdorong untuk berhasil tanpa mengharapkan imbalan apapun, seperti hadiah.
Sumber: