Sidoarjo, Getindo.com – Fitur TikTok Shop dihentikan pada 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB. Menanggapi hal tersebut, Pakar Bisnis sekaligus guru Besar bidang Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali menilai keputusan pemerintah untuk bersikap tegas terhadap Tiktok Shop tidak gegabah.

Kendati demikian, ia menilai informasi yang beredar kemungkinan besar bakal berubah dan harus disempurnakan. Sebab, dalam setiap kebijakan, ia mengatakan bisa saja pemerintah juga salah.

“Salahnya dimana? Salahnya adalah TikTok Shop sebenarnya juga mempermudah usaha UMKM. Dan yang kedua, menurut saya penutupan TikTok Shop tidak akan menghidupkan sepinya pusat-pusat grosir seperti Tanah Abang,” jelas dia kepada detikcom, Selasa (3/10/2023).

Rhenald mengatakan kesimpulan ini diperolehnya sebab berbagai pusat grosir, seperti Tanah Abang, mempunyai penyebab lain yang menyebabkan kawasan itu sepi. Ia menilai kawasan yang sempat dijuluki sebagai ‘pasar terbesar di Asia Tenggara’ tersebut justru bakal ramai lagi jika berbenah.

“Semisal Tanah Abang, yang harus diperbaiki itu parkir dan sewanya harus bisa lebih murah. Model kumuh dan macet tidak akan membuat Tanah Abang Menarik dikunjungi. Karena poin pentingnya adalah konsumen tentu ingin nyaman berbelanja dan berekreasi. Jadi penutupan (TikTok Shop) tidak akan menyelesaikan persoalan itu,” bebernya.

“Lagipula mereka yang berjualan di pusat grosir itu sebetulnya juga orang kaya semua, bukan lagi usaha mikro. Biaya sewa mahal dan mereka sebagian sudah jualan juga di Tiktok,” sambungnya.

Sisi Lain TikTok

Kendati demikian, Rhenald mengaku paham bahwa ada segelintir isu yang masih ‘menghantui’ TikTok. Pertama, persoalan data dan algoritma. Ia melihat masyarakat turut mengeluh karena algoritma yang terkandung dalam aplikasi itu tidak diketahui.

Alhasil, muncul fenomena seperti kemunculan produk tiruan, serta istilah shadow ban yang berarti promosi sejumlah produk tak muncul di aplikasi tersebut. Adapun persoalan yang lainnya, adalah banjir produk impor dari negara asal TikTok di pasar dalam negeri.

“Tiba-tiba ada kesamaan produk dari kompetitor. Berarti ada yang baca data itu dan kemungkinan besar diberi pengusaha lain. Kemudian, bagaimana bisa produk-produk skincare dari luar masuk besar-besaran dengan harga murah? Padahal sudah ada produk yang dibuat orang Indonesia. Dan kalau harganya sangat murah, itu yang disebut sebagai predatory pricing,”bebernya.

Menurutnya, dalam kondisi ideal, pemerintah seharusnya mendorong TikTok Shop untuk berbenah serta meluruskan sejumlah isu yang beredar terkait aplikasi tersebut.

Rhenald mengatakan TikTok Shop sebenarnya bisa menjadi salah satu kanal untuk mendorong produk UMKM Indonesia untuk sukses. Bahkan, tidak menutup kemungkinan sampai ekspor ke luar negeri.

“Jadi pemerintah harus mencari cara agar masyarakat indonesia tidak jadi bangsa yang terbelakang dan mundur. Karena jualan memang seperti (modelnya) itu ke depan. Ini yang harus difasilitasi,” ucapnya.

Memang Harus Tutup

Adapun ahli ekonomi kedua, adalah Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah. Dia mengatakan sepinya pusat perbelanjaan grosir seperti Tanah Abang terjadi karena perubahan gaya hidup konsumen yang kini lebih bersifat digital.

“Mereka tertarik berbelanja secara online antara lain karena lebih mudah, tidak repot, dan juga banyak (produk) yang dianggap jauh lebih murah,” jelasnya.

Menurutnya, perubahan gaya hidup ini tidak bisa dicegah maupun dihindari. Piter pun melihat, pemerintah seharusnya mendorong pembuatan regulasi yang bertujuan melindungi konsumen dan menjaga agar persaingan usaha tetap sehat.

Meskipun demikian, ia melihat penutupan social commerce seperti TikTok Shop adalah keputusan yang tepat. Aplikasi itu dinilai berpotensi melanggar perlindungan konsumen dan persaingan usaha yang sehat.

“Dengan argumentasi di atas saya berpendapat ditutupnya TikTok Shop tidak akan otomatis meningkatkan kinerja pasar offline. (Tapi) Penutupan Tiktok Shop seharusnya diikuti juga dengan penutupan social commerce lain,” ujar dia.

Perlu diketahui TikTok Indonesia mengumumkan tidak lagi memfasilitasi transaksi e-commerce per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB.

Dalam pernyataan resminya, TikTok menyebutkan akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana ke depan.

“Prioritas utama kami adalah untuk menghormati dan mematuhi peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, kami tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam TikTok Shop Indonesia, efektif per tanggal 4 Oktober, pukul 17.00 WIB. Kami akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana kami ke depan,” tulis pernyataan resmi TikTok, ditulis Selasa (3/10/2023).

Sebelumnya diberitakan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan akan memberikan sanksi pada TikTok jika masih melanggar. Namun, sampai saat ini, TikTok akan mematuhi aturan yang dibuat pemerintah Indonesia.

“Ya, jelas dong (sanksi) kalau masih bandel. Tapi, sudah bersurat (TikTok) patuh ikuti aturan Indonesia,” kata dia di PGC, Selasa (3/10/2023) di Jakarta Timur.

Sebenarnya pemerintah juga tidak melarang jika TikTok beroperasi sebagai e-commerce, tinggal mengajukan izin untuk penyelenggaraan e-commerce. “Karena kan dia (TikTok) bukan enggak boleh, kalau mau dibikin e-commerce kan tinggal mengajukan saja. Tapi nggak boleh satu (digabung),” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *